M. Wildan |
PROKLAMASI
Kami Bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal- hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll. Diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
"Jakarta, 17 Agustus 1945
Atas nama Bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta"
Barangkali teks Proklamasi yang sengaja penulis lampirkan pada bagian awal penulisan ini sedikit membuka kembali ingatan kita pada sebuah peristiwa monumental dalam sejarah kabangsaan Indonesia. Peristiwa yang menegaskan eksistensi Indonesia sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Meskipun dewasa ini makna kemerdekaan itu semakin kering, seiring kian lemahnya budaya literasi generasi muda kita atas sejarah perjuangan bangsanya.
Pembacaan teks Proklamasi di jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta (Sekarang Tugu Proklamasi) pada 17 Agustus 1945, menjadi tonggak penting dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan didampingi Drs. Mohammad Hatta seakan menjadi jawaban atas pertanyaan yang telah mengendap dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia, bahkan Nusantara sejak ratusan tahun yang lalu.
Kita tentu sepakat bahwa momentum Kemerdekaan tersebut tidak berdiri sendiri, ia dipengaruhi oleh peristiwa penting lain yang melatarinya, sebut saja peristiwa Sumpah Pemuda 1928 dan "Penetapan" Pancasila sebagai Dasar Indonesia Merdeka pada 1 Juni 1945, maupun berbagai peristiwa lainnya yang bisa dibaca dalam dokumen-dokumen kesejarahan kita.
Peristiwa demi peristiwa tersebut bila diperhatikan, menggambarkan bagaimana sumber daya manusia yang terliterasi berhasil menggerakkan rakyat Indonesia kepada sebuah perjuangan yang bersifat konsepsional melalui para founding person kita. Menurut catatan sejarah, perjuangan pergerakan kebangsaan ditandai dengan ikrar Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 yang merupakan hari Kelahiran Bangsa Indonesia, berikut peristiwa 1 juni 1945 dimana Pancasila dimufakati (bukan trisila dan ekasila), hingga ketika teks Proklamasi dibacakan pada agustus 1945, murni merupakan hasil dari sebuah gerakan intelektual. Siapa yang meragukan tingkat intelektualitas seorang Ir. Soekarno, Hatta, Syahrir atau Tan Malaka dan founding person yang lain? Seluruh founding person kita merupakan intelektual yang handal dengan masing-masing aliran pemikirannya.
Kemerdekaan Indonesia bukan lahir dari gerakan para pekerja semata, bukan juga lahir dari para bangsawan yang menolak bayar pajak kepada penjajah. Kemerdekaan kita lahir dari gerakan para intelektual yang sadar dan memiliki keterpanggilan moral untuk membela rakyat yang termiskinkan, terbodohkan, tertindas dan terjajah oleh sistem kolonial, melalui sebuah gerakan keilmuan. Itulah mengapa para pendiri bangsa hilir mudik mencerdaskan rakyat dari pelosok ke pelosok, dari kota hingga ke desa-desa tentang hakikat kemerdekaan. Tak heran bila sebagian besar pendiri bangsa kita tidak lain adalah guru di sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah.
Bilamana Amerika Serikat merdeka melalui perang bertahun - tahun melawan Inggris, dan Uni Soviet berdiri setelah para proletar berhasil meruntuhkan Kekaisaran Tsar Nicolas, maka Bangsa Indonesia merdeka melalui pembacaan secarik kertas yang tak lebih dari tiga kalimat. Tentu saja tiga kalimat yang melalui proses perjuangan intelektual yang kurang lebih selama 17 tahun kurang 2 bulan dan 11 hari sejak Sumpah Pemuda diikrarkan, sebuah prestasi yang patut diteladani dan dijadikan pedoman perjuangan generasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa kedepan.
Dengan segala keterbatasan fasilitas dan meski di bawah dominasi bangsa penjajah dengan berbagai ancamannya, founding person kita berhasil memberi pencerahan kepada rakyat tentang pentingnya hidup sebagai bangsa yang merdeka. Terlihat bagaimana kesadaran akan kemerdekaan itu berhasil mendorong rakyat untuk mati-matian mempertahankan kemerdekaan di masa Revolusi Fisik pasca kemerdekaan (1945-1949).
Perlawanan tanpa kekerasan yang diajarkan Mahatma Gandhi, pada dasarnya pernah dikerjakan para pejuang kita di era pra-kemerdekaan. Satu-satunya perlawanan fisik di masa itu pun terjadi akibat tindakan sub-ordinasi terhadap Pemerintah militer Jepang, yaitu perlawanan pasukan PETA pimpinan Soepriyadi di Blitar pada 14 Februari 1945.
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan produk intelektual terbaik Bangsa Indonesia juga adalah bentuk kemerdekaan yang konsepsional sebagai kelanjutan dari pernyataan Proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Preambule UUD'45 alinea keempat, hingga kemudian kemerdekaan kebangsaan Indonesia tersebut menemukan wujudnya dalam Pasal 1 ayat 1 UUD'45 yang berbunyi "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik".
Rangkaian sejarah yang penulis uraikan di atas, pada akhirnya telah membentuk identitas Bangsa Indonesia sebagai bangsa pejuang, yang merdeka melalui perlawanan secara keilmuan. Sebuah perlawanan yang menjadikan filosofi, teori, model, strategi dan taktik sebagai siasat politik. Perlawanan yang demikian tentu hanya dapat dikerjakan oleh orang-orang yang terliterasi.
Semoga melalui momentum kemerdekaan ini kita dapat mengambil pelajaran yang berharga sebagai bekal bagi generasi dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa guna mengangkat harkat dan martabat hidup rakyat Indonesia dan sebagai modal mewujudkan ikhtiar Ampera yaitu memerdekakan rakyat Indonesia dari segala jenis ketakutan, baik ketakutan secara budaya, hukum, sosial, politik, ekonomi, hingga ketakutan secara lingkungan.
Penulis : M. Wildan
(Direktur Eksekutif SENTRA Pusat Studi Politik dan Kebudayaan)