Rustam Ade (Ketua Panitia PEDANG TIDORE) |
Pedang Tidore, selain sebagai kegiatan tahunan daerah juga bermakna sebagai sebuah ruang bersama sekaligus aset pemerintah mengelola dan menjaga budaya dan tradisi Tidore sebagai bentuk penguatan identitas budaya bangsa. Jika budaya menegaskan soal nilai dan etika maka nilai-nilai kebudayaan betul-betul harus menjadi benteng utama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kompleksitas jaman dan kemajuan teknologi informasi (Modernisasi) adalah sebuah budaya baru bagi generasi kita hari ini, tanpa disadari membentuk karakter dan perilaku hingga pada tataran kesadaran pengetahuan. Belum juga, hiruk pikuk politik lokal yang kadang menggeser nilai-nilai budaya kita, seringkali membuat hubungan sosial budaya masyarakat yang sudah begitu harmonis ratusan tahun menjadi retak.
Ritual Tobo Safar |
Kenapa ini sebagai ruang edukasi dan literasi? Mengutip Pesan BORERO BALA SE RAYAT dalam event ini dalam bahasa Tidore; Satu, Sogoko Ni Cou Jou (mari kita berbakti kepada Allah SWT). Dua, Ino Fo Maku Gosa Laha Se Jang (Mari kita saling tolong menolong dalam kebaikan). Tiga, ino no cou kie se gam (Mari kita berbakti pada bangsa dan negara). Empat, eli se fo jaga dodia gosimo (mari kita lestarikan peninggalan dan ajaran leluhur).
Pesan (BORERO) seperti di atas yang kemudian harus terus mengalir dalam jiwa, menyatu dengan diri menjadi tindakan dan perilaku dari generasi ke generasi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Pedang Tidore adalah event tahunan Generasi Muda Mafututu (GAMUTU) yang didalamnya ada pelaksanaan ritual Tobo Safar, Parade Juanga, Kolaborasi Musik Tradisional, Orasi Budaya, Makan Makanan Tradisional, Pentas tarian tradisional, dan atraksi permainan tradisional.
Selain itu, event yang ke 11 tahun ini juga akan diramaikan oleh berbagai pihak, melibatkan berbagai komponen komunitas yang akan tampil di panggung Budaya tanggal 22 oktober.
Harapan kita bersama, kegiatan Pedang Tidore bukan hanya hadir sebagai ritus semata, tapi memberi nilai, mampu mengukuhkan identitas anak-anak daerah sehingga upaya merawat memori kolektif kebangsaan terus hidup dengan kokoh dalam rumah besar Indonesia.