Iklan

Simposium Tuan Guru di Cape Town, Sultan Tidore Jadi Pembicara

Editor: Redaksi
Suasana penjemputan rombongan dari Kesultanan Tidore Di Afrika Selatan | Foto Istimewa

TIDORE,MALUT.CO - Dengan adanya penelitian baru-baru ini mengenai kontribusi Tuan Guru di Cape Town, Afrika Selatan, keturunan cendekiawan dan pangeran, yang dikenal karena membangun Islam di negara itu, akan menjadi Tuan Rumah sebuah simposium mengenai kehidupannya, warisan dan keterikatan keluarga.

Seperti yang dilangsir dari voicefm.co, Simposium itu akan dilangsungkan pada Sabtu, (04/11) akan datang. Imam Abdullah Ibn. Qadi Abdus Salam, dikenal sebagai Tuan Guru (Guru Besar), yang diasingkan di Tanjung Harapan pada tahun 1780 silam, menyusul frustrasi Perusahaan Hindia Belanda di Sultan Jalaluddin tentang aliansi Tidore dengan pasukan Inggris oposisi. Ia menjadi pemimpin umat Islam di Cape Town sebagai Imam dan guru di masjid pertama Afrika Selatan.

Simposium tersebut, berlangsung pada pukul 02.00 siang pada Sabtu, 28 Oktober di Auditorium Islamia.

Sultan Tidore, Hi. Husain Sjah akan menyampaikan sejarah perjalanan Kesultanan Tidore, sementara Jojau (Perdana Mentri Kesultanan Tidore) juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan Silsilah Tuan Guru dalam simposium tersebut.

Pembicara lainnya yang mewakili keturunan Tuan Afrika Selatan, yakni Syaikh Muttaqin Rakiep dan Syaikh Luqman Rakiep, serta sejarawan dan archivistis Ebrahim Salie akan menyampaikan paparan hasil penelitian ayah Syaikh Rakip, Almarhum Hi Nurul Erefaan Rakip yang pertama kali melakukan rekoneksi dengan keluarga Tuan Guru di Tanah Dodomi (tanah kelahiran) Tidore.

Suasana penjemputan rombongan dari Kesultanan Tidore Di Afrika Selatan | Foto Istimewa

Simposium ini akan mempertemukan kisah perjalanan tokoh spiritual asal Tidore yang membangun 'Masjid Auwal' dan menjadi masjid pertama yang dibangun di Afrika Selatan pada tahun 1794.

Dalam pengasingan selama 13 tahun itu, Tuan Guru menulis buku antara lain Ma'rifatul Islami wal Imani yang diselesaikannya pada 1781. Buku tersebut berbahasa Melayu tetapi berhuruf Arab. Tuan Guru juga menulis Al - Qur'an dengan tangannya sekitar 600 halaman. Setelah era Al-Qur'an cetak, baru diketahui Al-Qur'an tulisan tangan Tuan Guru memiliki sedikit kesalahan.

Setelah bebas dari pengasingan, Tuan Guru menikah dengan Kaija van de Kaap dan tinggal di Dorp Street, Cape Town. Dari pernikahan tersebut, lahir Abdol Rakief dan Abdol Rauf, yang juga sangat berperan dalam penyebaran Islam di Afrika Selatan.

Disebuah gudang di tempat tinggal yang baru inilah Tuan Guru mendirikan madrasah, yang juga merupakan sekolah muslim pertama di Afrika Selatan. Sekolah ini sangat populer di kalangan budak dan komunitas warga kulit hitam nonbudak. Sekolah ini juga menjadi tempat lahirnya ulama-ulama Afrika Selatan ketika itu seperti Abdul Bazier, Abdul Barrie, Achmad van Bengalen, dan Imam Hadjie. Murid Tuan Guru ketika itu mencapai 375 orang.

Pada tahun 1793, Tuan Guru mengajukan permintaan untuk membangun masjid pada 1794 kepada pemerintah Afrika Selatan yang saat itu dikuasai Belanda. Permintaan Tuan Guru ditolak. Belanda takut perkembangan Islam akan menganggu kekuasaannya. Bahkan, penjajah Belanda di Afrika Selatan juga melarang penyelenggaraan ibadah Islam.

Namun, Tuan Guru menentang kebijakan Belanda tersebut. Walau pembangunan masjid dilarang, Tuan Guru tetap menggelar Shalat Jum'at di tempat terbuka tersebut, yang juga tercatat sebagai Salat Jum'at pertama yang dilakukan secara terbuka di Afrika Selatan.

Ketika Afrika Selatan dikuasai Inggris pada 1795, Jenderal Craig mempersilakan warga Muslilm untuk membangun masjid. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan Tuan Guru. Dia langsung membangun masjid di tempat yang semula menjadi madrasah tersebut. Masjid inilah yang kemudian dinamai Masjid Auwal, mesjid pertama di Afrika Selatan. Tuan Guru meninggal pada 1807 yang dikebumikan pada 1807 di Tana Baru, yang juga merupakan tempat pemakaman Muslim pertama yang dibangunnya di Afrika Selatan.

Selama zaman apartheid, setiap warga Muslim tidak leluasa menjalankan ibadahnya. Ketika apartheid runtuh pada 1994, Nelson Mandela datang ke Masjid Auwal ini dan mempersilakan warga Muslim untuk menjalankan ibadahnya. 

"Setelah apartheid, perkembangan Islam berjalan cepat. Daerah sekitar Bo-Kaap, hampir 90 persen penduduknya sekarang muslim," ujar Imam Mesjid Auwal, Moehammed Fadil Soekr yang dilangsir dari pikiranrakyat.com

Soekr yang mengaku sebagai warga Cape Malays, keturunan Indonesia di Afrika Selatan, mengatakan sangat ingin mengunjungi Indonesia. "Indonesia adalah tempat asal nenek moyang saya. Jika punya uang, saya ingin ke sana. Indonesia selalu speasial di mata saya," ujarnya.
Share:
Komentar

Terbaru